A. PENGERTIAN
Belakangan ini
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) semakin menjadi trend untuk dilakukan oleh para
profesional sebagai upaya pemecahan masalah dan peningkatan mutu di berbagai
bidang. Awal mulanya, PTK, ditujukan untuk mencari solusi terhadap masalah
sosial (pengangguran, kenakalan remaja, dan lain-lain) yang berkembang di
masyarakat pada saat itu. PTK dilakukan dengan diawali oleh suatu kajian
terhadap masalah tersebut secara sistematis. Hal kajian ini kemudian dijadikan
dasar untuk mengatasi masalah tersebut. Dalam proses pelaksanaan rencana yang
telah disusun, kemudian dilakukan suatu observasi dan evaluasi yang dipakai
sebagai masukan untuk melakukan refleksi atas apa yang terjadi pada tahap
pelaksanaan. Hasil dari proses refeksi ini kemudian melandasi upaya perbaikan
dan peryempurnaan rencana tindakan berikutnya. Tahapan-tahapan di atas
dilakukan berulang-ulang dan berkesinambungan sampai suatu kualitas
keberhasilan tertentu dapat tercapai.
Dalam bidang
pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran, PTK berkembang sebagai suatu
penelitian terapan. PTK
sangat bermanfaat bagi guru untuk meningkatkan mutu proses dan hasil
pembelajaran di kelas. Dengan melaksanakan tahap-tahap PTK, guru dapat menemukan
solusi dari masalah yang timbul di kelasnya sendiri, bukan kelas orang lain,
dengan menerapkan berbagai ragam teori dan teknik pembelajaran yang relevan
secara kreatif. Selain itu sebagai penelitian terapan, disamping guru
melaksanakan tugas utamanya mengajar di kelas, tidak perlu harus meninggalkan
siswanya. Jadi PTK merupakan suatu penelitian yang mengangkat masalah-masalah
aktual yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru
mempunyai peran ganda : praktisi dan peneliti.
Classroom
action research (CAR) adalah action research yang dilaksanakan oleh guru di
dalam kelas. Action research pada hakikatnya merupakan rangkaian
“riset-tindakan-riset-tindakan- …”, yang dilakukan secara siklik, dalam rangka
memecahkan masalah, sampai masalah itu terpecahkan. Ada
beberapa jenis action research, dua di antaranya adalah individual action
research dan collaborative action research (CAR). Jadi CAR bisa berarti dua
hal, yaitu classroom action research dan collaborative action research; dua-duanya
merujuk pada hal yang sama.
Action research termasuk penelitian
kualitatif walaupun data yang dikumpulkan bisa saja bersifat kuantitatif.
Action research berbeda dengan penelitian formal, yang bertujuan untuk menguji
hipotesis dan membangun teori yang bersifat umum (general). Action research
lebih bertujuan untuk memperbaiki kinerja, sifatnya kontekstual dan hasilnya
tidak untuk digeneralisasi. Namun demikian hasil action research dapat saja
diterapkan oleh orang lain yang mempunyai latar yang mirip dengan yang dimliki
peneliti.
Perbedaan antara penelitian formal
dengan classroom action research disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Perbedaan antara
Penelitian Formal dengan Classroom Action Research
Penelitian Formal
|
Classroom Action Research
|
Dilakukan oleh orang lain
|
Dilakukan oleh guru/dosen
|
Sampel harus representatif
|
Kerepresentatifan sampel tidak
diperhatikan
|
Instrumen harus valid dan reliabel
|
Instrumen yang valid dan reliabel
tidak diperhatikan
|
Menuntut penggunaan analisis
statistik
|
Tidak
diperlukan analisis statistik yang rumit
|
Mempersyaratkan hipotesis
|
Tidak selalu menggunakan hipotesis
|
Mengembangkan teori
|
Memperbaiki praktik pembelajaran
secara langsung
|
B.
Mengapa Penelitian Tindakan Kelas Penting ?
Ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk
meningkatkan profesional seorang guru :
1. PTK sangat kondusif untuk membuat guru
menjadi peka tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Dia menjadi
reflektif dan kritis terhadap lakukan.apa yang dia dan muridnya
2. PTK dapat meningkatkan kinerja guru
sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktis, yang
sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada
upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneniliti di bidangnya.
3. Dengan melaksanakan tahapan-tahapan dalam
PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam
terhadap apa yang terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang
dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang
berkembang di kelasnya.
4. Pelaksanaan PTK tidak menggangu tugas
pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan
suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
5. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi
kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya-upaya inovasi sebagai
implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan
ajar yang dipakainya.
6. Penerapan PTK dalam pendidikan dan
pembelajaran memiliki tujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktek pembelajaran secara berkesinambungan sehingga meningkatan mutu hasil
instruksional; mengembangkan keterampilan guru; meningkatkan relevansi;
meningkatkan efisiensi pengelolaan instruksional serta menumbuhkan budaya
meneliti pada komunitas guru.
C.
Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli
psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan
Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen
Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya,
sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih
sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot
keilmiahannya.
Jenis penelitian ini dapat dilakukan didalam bidang pengembangan
organisasi, manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya.
Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro
ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu
berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan
tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut ini akan
dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang
situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya
(Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi
diri dari perkembangan profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan
oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk
refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi
sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan
terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart,
1988).
Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro,
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi
diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah)
dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki
rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang
dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan
(c) situasi-situasi ( dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut
dilaksanakan (Harjodipuro, 1997).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan
untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru
untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik
tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK
mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran
kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan
perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan
berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan
bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK
adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi
atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang
guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari
peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan
kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan
hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk
menjadi dewasa.
Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai
peneliti, yang senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya.
Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis,
realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan
kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya.
Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan
bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi
tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK
ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap
berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti,
sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di
dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan
oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada
lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.
Jenis dan Model PTK
Sebagai paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki
karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis
penelitian yang lain, misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei,
analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain
PTK dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK
dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis
digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan
sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan
perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi
terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari
karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1)
didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya
kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang
melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas
praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa
siklus.
Menurut Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik
reflektif, (2) kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan
jamak, dan (6) internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih
jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK tersebut.
1. Kritik Refeksi; salah satu langkah di
dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya
refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya
saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi
atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga
dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
2. Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik
dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena
yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan
terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit
walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal,
-maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan
mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut
bersifat stabil.
3. Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan
hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau
kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan
sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya
kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari
suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia
juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja
sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang
menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini
ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator.
Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam
upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti
akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan
untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan
sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh
berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang
memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang
dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan
bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan
sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya
penelitian.
4. Resiko; dengan adanya ciri resiko
diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada
waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a)
melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu
transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi
peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan
sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya
menyebabkan pandangannya berubah.
5. Susunan Jamak; pada umumnya penelitian
kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara
tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas
penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif.
Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus
mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh,
seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar,
situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan
pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan
sebagainya.
6. Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut
pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua
dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda,
yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi.
Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang
beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan
teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat
digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda
dengan bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan
paradigma kualitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan
bentuk PTK tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya
khasanah kegiatan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan taraf
keilmiahannya.
D. MODEL - MODEL ACTION RESEARCH
Model Kurt
Lewin menjadi acuan pokok atau dasar dari berbagai model action research,
terutama classroom action research. Dialah orang pertama yang memperkenalkan
action research. Konsep pokok action research menurut Kurt Lewin terdiri dari
empat komponen, yaitu : (1) perencanaan (planning), (2) tindakan (acting), (3)
pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting). Hubungan keempat
komponen itu dipandang sebagai satu siklus.
Model
Kemmis & Taggart merupakan pengembangan dari konsep dasar yang
diperkenalkan Kurt lewin seperti yang diuraikan di atas, hanya saja komponen
acting dan observing dijadikan satu kesatuan karena keduanya merupakan tindakan
yang tidak terpisahkan, terjadi dalam waktu yang sama
E. MASALAH CAR
Berikut
ini merupakan hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada saat menentukan masalah
CAR.
1.
Banyaknya Masalah yang Dihadapi Guru
Setiap
hari guru mengahadapi banyak masalah, seakan-akan masalah itu tidak ada
putus-putusnya. Oleh karena itu guru yang tidak dapat menemukan masalah untuk
CAR sungguh ironis. Merenunglah barang sejenak, atau ngobrollah dengan teman
sejawat, Anda akan segera menemukan kembali seribu satu masalah yang telah
merepotkan Anda selama ini.
2. Tiga
Kelompok Masalah Pembelajaran
Masalah
pembelajaran dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu (a) pengorganisasian
materi pelajaran, (b) penyampaian materi pelajaran, dan (c) pengelolaan kelas.
Jika Anda berfikir bahwa pembahasan suatu topik dari segi sejarah dan geografi
secara bersama-sama akan lebih bermakna bagi siswa daripada pembahasan secara
sendiri-sendiri, Anda sedang berhadapan dengan masalah pengorganisasian materi.
Jika Anda suka dengan masalah metode dan media, sebenarnya Anda sedang
berhadapan dengan masalah penyampaian materi. Apabila Anda menginginkan kerja
kelompok antar siswa berjalan dengan lebih efektif, Anda berhadapan dengan
masalah pengelolaan kelas. Jangan
terikat pada satu kategori saja; kategori lain mungkin mempunyai masalah yang
lebih penting.
3. Masalah
yang Berada di Bawah Kendali Guru
Jika Anda
yakin bahwa ketiadaan buku yang menyebabkan siswa sukar membaca kembali materi
pelajaran dan mengerjakan PR di rumah, Anda tidak perlu melakukan CAR untuk
meningkatkan kebiasaan belajar siswa di rumah. Dengan dibelikan buku masalah itu akan
terpecahkan, dan itu di luar kemampuan Anda. Dengan perkataan lain yakinkan
bahwa masalah yang akan Anda pecahkan cukup layak (feasible), berada di dalam
wilayah pembelajaran, yang Anda kuasai. Contoh lain masalah yang berada di luar
kemampuan Anda adalah: Kebisingan kelas karena sekolah berada di dekat jalan
raya.
4. Masalah
yang Terlalu Besar
Nilai UAN
yang tetap rendah dari tahun ke tahun merupakan masalah yang terlalu besar untuk
dipercahkan melalui CAR, apalagi untuk CAR individual yang cakupannya hanya
kelas. Faktor yang mempengaruhi Nilai UAN sangat kompleks mencakup seluruh
sistem pendidikan. Pilihlah masalah yang sekiranya mampu untuk Anda pecahkan.
5. Masalah
yang Terlalu Kecil
Masalah
yang terlalu kecil baik dari segi pengaruhnya terhadap pembelajaran secara
keseluruhan maupun jumlah siswa yang terlibat sebaiknya dipertimbangkan
kembali, terutama jika penelitian itu dibiayai oleh pihak lain. Sangat
lambatnya dua orang siswa dalam mengikuti pelajaran Anda misalnya, termasuk
masalah kecil karena hanya menyangkut dua orang siswa; sementara masih banyak
masalah lain yang menyangkut kepentingan sebagian besar siswa.
6. Masalah
yang Cukup Besar dan Strategis
Kesulitan
siswa memahami bacaan secara cepat merupakan contoh dari masalah yang cukup
besar dan strategis karena diperlukan bagi sebagian besar mata pelajaran. Semua
siswa memerlukan keterampilan itu, dan dampaknya terhadap proses belajar siswa
cukup besar. Sukarnya siswa berkonsentrasi dalam mengikuti pelajaran, dan
ketidaktahuan siswa tentang meta belajar (belajar bagaimana belajar) merupakan
contoh lain dari masalah yang cukup besar dan strategis. Dengan demikian
pemecahan masalah akan memberi manfaat yang besar dan jelas.
7. Masalah
yang Anda Senangi
Akhirnya
Anda harus merasa memiliki dan senang terhadap masalah yang Anda teliti. Hal
itu diindikasikan dengan rasa penasaran Anda terhadap masalah itu dan keinginan
Anda untuk segera tahu hasil-hasil setiap perlakukan yang diberikan.
8. Masalah
yang Riil dan Problematik
Jangan
mencari-cari masalah hanya karena Anda ingin mempunyai masalah yang berbeda
dengan orang lain. Pilihlah masalah yang riil, ada dalam pekerjaan Anda
sehari-hari dan memang problematik (memerlukan pemecahan, dan jika ditunda
dampak negatifnya cukup besar).
9.
Perlunya Kolaborasi
Sumber : Kemendikbud 2010